Thursday, January 7, 2016

Tentang segenggam garam dan sebuh gelas

BERHENTILAH MENJADI GELAS
“Seorang guru sufi mendatangi seorang murid nya ketika wajah nya belakangan ini selalu tampak murung.
“Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana pergi nya wajah bersyukurmu?” sang Guru bertanya.
“Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habis nya,” jawab sang murid muda.
Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan Guru nya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,” kata Sang Guru. “Setelah itu coba kau minum air nya sedikit.”
Si murid pun melakukan nya. Wajah nya kini meringis karena meminum air asin.
“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.
“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah murid nya yang meringis keasinan.
“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru membawa murid nya ke danau di dekat tempat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulut nya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulut nya, tapi tak dilakukan nya. Rasa nya tak sopan meludah di hadapan Mursyid, begitu pikir nya.
“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk diduduki nya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangan nya, mengambil air danau, dan membawa nya ke mulut nya lalu meneguk nya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokan nya, Sang Guru bertanya kepada nya, “Bagaimana rasa nya?”
“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibir nya dengan punggung tangan nya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan air nya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulut nya.
“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”
“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminum nya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikan nya, membiarkan murid nya itu meminum air danau sampai puas.
“Nak,” kata Sang Guru setelah murid nya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyak nya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh ALLAH, sesuai untuk dirimu. Jumlah nya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”
Si murid terdiam, mendengarkan.
“Tapi Nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besar nya qalbu yang menampung nya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.”

No comments: